SKANDAL FACEBOOK DAN DAMPAKNYA BAGI INDONESIA
Cambridge
Analytica diketahui terkait dengan tim kampanye Donald Trump pada 2016. Bahkan,
perusahaan itu mengklaim memainkan "bagian tak terpisahkan" dalam
kemenangan Trump.
Meski
demikian, perusahaan tersebut mengaku upaya pemenangan Trump tidak menggunakan
data yang terlibat dalam skandal baru-baru ini.
Cambridge
Analytica dituduh membeli data-data yang dikumpulkan seorang akademisi,
Aleksandr Kogan, melalui kuis kepribadian yang dimainkan pengguna Facebook. Hal
ini terungkap melalui investigasi surat kabar.
Baik
Cambridge Analytica maupun Facebook menyalahkan Kogan. Menurut Facebook, walau
pengguna memberi ijin kepada kuis kepribadian ciptaan Kogan untuk mengoleksi
informasi mereka, menjual data-data itu melanggar aturan.
Adapun
Cambridge Analytica mengklaim tidak tahu informasi yang mereka peroleh didapatkan
secara tidak patut.
Kedua
perusahaan juga mengatakan mereka memilih menghapus data-data tersebut begitu
mereka mengetahui masalah itu pada 2015.
Facebook
mengungkap bahwa data yang mereka peroleh termasuk pesan-pesan pribadi antar
pengguna dari sebanyak 1.500 pengguna Facebook.
Di
Indonesia, yang warganya mencintai media sosial, Facebook adalah bisnis besar.
Sebagai salah satu pasar terbesar untuk platform tersebut, sedikit mengejutkan
bahwa Indonesia adalah negara ketiga yang paling terkena dampak dalam skandal
pelanggaran data Cambridge Analytica.
Facebook
memperkirakan bahwa 748 akun Indonesia menyelenggarakan kuis kepribadian yang
digunakan untuk mengumpulkan data mereka, serta semua teman Facebook mereka,
yang mewakili 1.096.666 pengguna. Data ini kemudian dijual ke Cambridge
Analytica untuk digunakan secara jelas dalam kampanye politik yang ditargetkan.
Sebagai
platform media sosial yang gagal mematuhi keputusan tahun 2016 tentang
perlindungan informasi pribadi, Facebook dapat menghadapi hukuman berat Juga
akan ada sanksi pidana. Karyawan Facebook bisa menghadapi hingga 12 tahun
penjara dan denda hingga 12 milyar rupiah ($ 873.000),
Menteri komunikasi
khawatir tentang potensi kekuatan domestik dan eksternal dengan menggunakan
informasi pribadi yang diperoleh melalui media sosial untuk menargetkan pemilih
individu dalam pemilu di Indonesia. Dia juga prihatin tentang penggunaan media
sosial untuk menyebarkan berita palsu sebagai cara untuk mempengaruhi pemilih,
seperti yang diduga Rusia lakukan dalam pemilu AS tahun 2016. Media sosial
telah digunakan untuk menyebarkan berita palsu dan mempengaruhi pemilu.